Sebenarnya malam ini sudah terlalu larut untuk menulis. Tapi
apa daya pikiran ini sedang semrawut dan bergejolak. Pukul 23.47 saat ini
tepatnya dan aku akan menulis sebuah hal yang semoga bisa membuka jalan
pikiran.
Baru beberapa jam yang lalu, diri ini marah dan meluapkan
emosi dalam bentuk tulisan di ‘instastory’. Ya, kali ini sedang ada masalah
dengan sesama manusia yang ‘kurang cocok’ denganku. Memang benar, terkadang
kebiasaan lah yang membangun jati diri kita, sehingga kurang mampu menerima
kebiasaan yang di bangun orang lain.
So, FYI I’m a typical orang yang mudah marah dan emosi. Dan seperti
perempuan pada umumnya, emosi ini tidak bisa aku bendung sendiri. Ingin rasanya
berbagi dengan orang-orang sekitar dan mudahnya era ini adalah kemudahan
menyuarakan apapun di medsos, so i do this on my instagram. Gak hanya di
instagram, emosiku juga aku bagi dengan sahabat-sahabatku di grup wa melalui
voice note dan entah perkataan apa saja yang sudah terlontar. Yang jelas ini
sangat meluap.
Beberapa sahabat memang setuju dengan apa yang sedang aku
rasa, tapi ada juga yang menasehati. Dan you know lah kalo lagi emosi, nasihat
baik itu terkadang hanya lewat seperti angin.
Dan malam kian larut, sendiri saja aku melihat feed instagram
yang kebanyakan berisi akun-akun tausiyah. Seperti sebuah tamparan, semua
postingan berhubungan dengan ‘kesabaran’ dan ‘perkataan lisan’. Yang membuat
aku semakin tertampar dan menyesal adalah, ada sebuah postingan berisikan tausiyah mengenai hadist
yang mengatakan intinya:
‘akan di lempar ke neraka dengan jarak bahkan lebih jauh
dari timur ke barat seseorang yang rajin beribadah, tahajudnya rutin, bahkan
puasa sunnahnya sering, tetapi dia tidak dapat menjaga ketajaman lisannya dalam
berkata’
Sungguh, ingin ku tarik semua caci maki saat emosi tadi. Sungguh
aku menyesal Ya Robb, emosiku mengalahkan semuanya. Memang benar ketika emosi
lebih baik diam. Ketika emosi, tidak akan bisa masuk semua nasihat baik atau
fikiran baik. Memang benar emosi seperti api yang melahap kayu bakar. Semakin kita
bercerita ke orang lain, dan semakin orang lain itu menanggapi atau setuju dengan argumen kita maka akan semakin
lezat semua caci maki yang keluar, dan pasti akan semakin membesarkan emosi kita.
Bisa kalian fikirkan, ketika keadaan biasa saja terkadang
seseorang tersakiti dengan perkataanku, atau bahakan hanya dengan gerak gerikku
yang memang seperti ini, wajahku yang terlahir seperti orang emosi bahkan saat diampun. Aku, seorang typical orang cuek, tidak pernah mau
peduli dengan perasaan siapapun, yang ngomongnya suka nyeplos tanpa mikir. Bisa
kalian bayangkan jika aku emosi perkataan apa saja yang akan aku kutukkan.
Dan sungguh saat ini aku benar-benar menyesal. Sungguh saat
ini aku memaafkan dan meminta maaf pada segelintir orang-orang yang membuatku
emosi tadi. Sekali lagi, ingatkanlah jika suatu hari nanti emosiku yang tak
terbendung terulang. Nerakaku memang bukan urusan kalian, tapi mengajak pada kebaikan
sudah menjadi kewajiban kita bukan?
Dan ketika emosi
kalian membakar dan menghangatkan tubuh kalian hingga panas, maka ‘diam’ akan
memberi rasa yang lebih baik dari hangat, kesejukan. - Devi A.
0 komentar